Beritamuria.com. Meskipun telah menjadi amanat Undang-Undang
Kesehatan, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah central Industri Hasil
Tembakau (IHT) terkendala banyak faktor. Diantaranya faktor psikologis dan
sosiologis.
Tidak dapat dipungkiri,
keberadaan Industri Hasil Tembakau (IHT) banyak memberikan kontribusi pada
daerah. Terutama perekrutan tenaga kerja, kontribusi pajak dan penyumbang
DBHCHT. Fakta inilah yang mempengaruhi Pemkab tidak begitu semangat untuk
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayah tertentu yang disebutkan dalam
regulasi pemerintah.
Demikian diungkapkan Suroso
Ahmad, aktifis LSM Gerakan Transparansi Anggaran dan Keadilan saat diminta
pendapatnya terkait minimnya sosialisasi KTR di Kabupaten Kudus, Selasa, 27
Oktober 2015.
Menurutnya, kendala lain yang
tidak memungkinkan diterapkannya KTR di wilayah IHT diantaranya adanya anggapan
sebagai bentuk anti rokok.
“Hal inilah yang menyebabkan
Pemkab ragu untuk mensosialisasikan KTR dari aspek kesehatan masyarakat,” tutur
pria tambun itu.
Dia berujar, tidak seharusnya
Pemkab ragu terapkan KTR. Menurutnya, ada hak yang harus diberikan Pemkab
kepada masyarakat yang tidak merokok. Menikmati udara bebas dari asap rokok.
Melindungi masyarakat yang tidak merokok dari paparan asap rokok yang tidak
dikehendaki.
Baginya, penetapan kawasan tanpa
rokok dan menyediakan ruang merokok merupakan hal yang normatif. Jangan
ditafsirkan secara berlebih sebagai bentuk kebencian terhadap perokok dan
Industri Hasil Tembakau.
“Agar tidak mengganggu, aktifitas
merokok selayaknya tidak bebas dari norma dan etika,” katanya. (Adv)