BeritaMuria.com. Aktifitas penambangan
liar marak di Kudus. Menggunakan alat berat maupun secara manual. Selain
dilakukan di luar ketentuan Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) yang
ditetapkan dalam Perda No. 16 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kab. Kudus, penambangan juga dilakukan tanpa mekanisme perijinan
sebagaimana ketentuan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.

Jika dilihat
dari kondisi areal bekas tambang, diduga aktifitas penambangan liar tersebut
telah berlangsung lebih dari lima tahun. Puluhan hektar areal pegunungan dengan
material batuan diambil dengan mempekerjakan masyarakat sekitar secara
manual.
“Siapapun
pelakunya, penambangan liar yang dilakukan di lereng pegunungan Muria berdampak
negatif bagi keseimbangan dan kelangsungan lingkungan hidup,” ungkap Supriyadi,
Koordinator Gerakan Masyarakat Lestari Bumi (GEMARIBU) saat bersama sejumlah
awak media memantau aktifitas penambangan liar di Desa Menawan Gebog Kudus,
Minggu, 6 Sepetember 2015.
Menurut pria
asal Desa Mijen Kaliwungu itu, peristiwa longsor yang menimpa sebagian warga
Desa Menawan dan Desa Rahtawu Kecematan Gebog
beberapa bulan lalu tidak menyurutkan kegiatan penambangan liar.
Padahal, ungkapnya, masih satu kawasan
dengan daerah tersebut.
“Tidak hanya
pengerukan tanah dan batuan, penggundulan hutan menjadi satu paket kegiatan
penambangan liar,” tegasnya.
Kondisi lereng
pegunungan Muria di wilayah Desa Rahtawu dan Desa Soco terlihat kondisinya
telah kritis. Jika dibiarkan, ujarnya, dikhawatirkan akan berdampak pada
matinya salah satu potensi pegunungan sebagai tempat menyimpan air.
“Longsong dan
memanasnya suhu bumi menjadi ancaman yang siap dirasakan masyarakat disekitar
lereng pegunungan muria dan sekitarnya,” katanya.
Gerakan
Masyarakat lestari Bumi (GEMARIBU) menuntut aparat penegak hukum, baik
Kepolisian maupun Satpol PP Pemkab Kudus melakukan langkah penindakan atas
pengrusakan hutan dan eksploitasi batuan gunung di kawasan lereng pegunungan
Muria. Dengan menjerat secara pidana sesuai UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta UU No. 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batuan.
“Delik materiil maupun delik administrasi dari
kegiatan penambangan di lereng pegunungan muria telah terpenuhi. Dengan kata
lain, terbukti telah terjadi pengrusakan lingkungan dan tidak adanya dokumen
resmi terkait aktifitas penambangan yang dilakukan oleh oknum pengusaha dan
masyarakat setempat,” tegasnya. (Wkt)