BERITAMURIA.COM.
JAKARTA-Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah. Hanya memiliki luas
42.516 hektare, bukan berarti kabupaten ini tidak ada signifikansi terhadap
perekonomian secara luas. Buktinya? Ketika banjir melanda Kudus tahun 2014
silam, perekonomian lumpuh yang mengakibatkan inflasi meningkat tajam.
Kala itu, gagasan cerdas
Bupati Kudus H. Musthofa untuk mengurug jalan pantura di Jalan AKBP R Agil
Kusumadya (tepatnya di dekat Tanggulangin, red) membuahkan hasil. Aktivitas
distribusi berbagai kebutuhan dari dan ke Jakarta dan kota lain di pantura
kembali normal dan sangat dinantikan jutaan masyarakat.
Itulah satu bukti betapa
Kudus tidak bisa dipandang sebelah mata. Lokasinya yang strategis menjadi
tantangan tersendiri untuk Pak Bupati yang hampir genap delapan tahun memimpin
Kudus itu. Dirinya ingin menggerakkan semua sektor kehidupan. Terutama ekonomi
masyarakat yang ditunjang adanya infrastruktur dan tata kota yang baik.
Berbagai penataan yang
dilakukan membuktikan adanya keseriusan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW)
itu. Taman kota, jalan, dan fasilitas publik lain terus dipoles. Lihat saja,
simpang tujuh yang dulunya hanya berupa lapangan alun-alun disulap menjadi taman
cantik yang kini menjadi arena masyarakat menikmati keindahan kota.
Ya, kota di tengah taman.
Itulah tagline yang selalu
disampaikan Pak Bupati yang ingin masyarakatnya semakin sejahtera itu. Konsep
itulah yang diusungnya dalam paparan penilaian adipura di depan tim penilai
yang diketuai oleh Ir. Sarwono Kusumaatmaja di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa
(14/6).
”Kudus memang kota kecil,
tapi bukan kota mati. Kami terus berbenah menata kota ini semakin cantik,” kata
Bupati Kudus di depan tim penilai.
Untuk mewujudkannya, tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Penghargaan adipura yang pernah diraih
sebelumnya, justru menjadi pelecut semangat pemerintah daerah bersama seluruh
masyarakat untuk lebih baik dan semakin baik. Bahkan, bank sampah jumlahnya
terus bertambah.
”Kreativitas masyarakat
Kudus melalui bank sampah inilah yang mampu menghasilkan rupiah,” tambahnya.
Sehingga jumlah dan volume
sampah di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) semakin menurun dari tahun ke
tahun. Konsep pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan 3R mampu
mendapatkan partisipasi baik dari masyarakat. Yaitu reuse (menggunakan kembali), reduce
(mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan sampah), dan recycle (daur ulang sampah menjadi
barang kembali).
Perusahaan pun turut
memberikan peran yang baik. Tanpa menggunakan APBD, Kudus mampu membangun
secara fisik maupun membangun sumber daya manusia. Secara fisik bisa dilihat
dengan jelas berbagai taman kota yang merupakan peran perusahaan.
”Sedangkan dari sektor
pendidikan, kami memiliki berbagai sekolah kejuruan dengan keahlian khusus,”
imbuhnya.
Dengan sinergi yang baik
antara pemda, perusahaan, dan masyarakat, cita-cita untuk menjadikan Kudus
menjadi kota di tengah taman bukanlah hanya impian. Melainkan sebuah
keniscayaan yang segera terwujud secara nyata bagi peningkatan kesejahteraan
seluruh masyarakat Kudus.(rg)