Beritamuria.com. Tunjangan Hari
Raya (THR) yang diberikan buruh diharapkan tidak berupa barang. Meskipun dalam
Permenaker 04 tahun 1994 memperbolehkan THR berupa barang namun prosentasenya
tidak boleh lebih dari 25 %.
"Wujud uang memberikan
keleluasaan bagi buruh untuk memenuhi kebutuhan menjelang lebaran," tutur Munawaroh, Komisi Kesetaraan Gender Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kab. Kudus, Minggu, 28 Juni 2015
Menurutnya, THR yang
diberikan juga harus utuh tanpa potongan apapun. Potongan untuk serikat pekerja
harus ditiadakan. Termasuk lembaga keuangan (Koperasi) yang berada di
perusahaan agar tidak memungut atau memotong THR buruh.
"Semata-mata dengan
tujuan agar THR dapat dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan hari raya," kata perempuan yang akrab disapa Muna itu.
Organisasi buruh itu meminta Dinsosnakertans
tetap melakukan pemantauan saat pembagian THR di sejumlah perusahaan.
Diperkirakan penyerahan THR tidak serentak dilakukan oleh perusahaan di Kudus.
Batas maksimal kewajiban pengusaha memberikan THR buruh H-7 lebaran Idul Fitri.
Saat
ini harga kebutuhan pokok mendekati lebaran terus mengalami kenaikan. Tanpa
THR, menurut Muna, upah buruh dengan standar UMK tidak akan menjangkau untuk memenuhi kebutuhan
hidup buruh. Percepatan pembagian THR mendahului batas maksimal H-7 lebaran, ujarnya, akan membantu buruh dalam memenuhi kebutuhan mereka. (Wkit).