KUDUS.beritamuria.com. Rancangan Peraturan Daerah (RANPERDA) tentang Penataan Hiburan melarang keberadaan minuman keras dan pemandu karaoke (PK). Pasalnya, keberadaan cafe dan koraoke di Kudus yang menyediakan miras dan PK terbukti menimbulkan penyimpangan moral.
Demikian pernyataan Ketua DPRD Kudus, Masan, dihadapan pengusaha karaoke dan hotel se-Kabupaten Kudus saat dengar pendapat bersama LSM, Senin, 16 Pebruari 2015.
"Kami informasikan kepada pengusaha Karaoke dan Cafe bahwa RANPERDA Cafe Karaoke tidak mengakomodir keberadaan miras dan pemandu karaoke (PK)," ujarnya saat memberikan pengantar dialog di ruang Komisi A dan B DPRD Kudus.
Dengar pendapat digelar DPRD Kudus menyusul adanya aksi demontrasi sejumlah LSM menolak keberadaan cafe karaoke yang diduga sebagai tempat prostitusi.
Hadir dalam dengar pendapat Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu, Refli, Kasi Pariwisata Pemkab Kudus, Parni Sanca dan Kepala Satpol PP Pemkab Kudus Abdul Halil.
Menurut Ahmad Fikri ketua LSM LePaSP, pemerintah daerah telah berbuat diskriminatif dalam menerapkan aturan. Penertiban terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) begitu tegas. Namun, kata Fikri, terhadap pengusaha cafe yang menyalahgunakan ijin tidak sebagaimana peruntukannya justru upaya penertiban tidak dilakukan.
"Pemkab telah berbuat tidak adil. Tegas kepada PKL tapi memble terhadap pengusaha cafe yang menyalahgunakan ijin," ungkap Fikri yang didampingi sekretaris LePasp, Mardi dan I Made Darus Achroni.
Oleh karena itu pihaknya berharap Pemkab Kudus segera melakukan langkah penertiban guna penegakan aturan yang berlaku.
Konsorsium Masyarakat Kudus Bersih (KMKB) melalui juru bicaranya, Sururi Mujib menduga tumpulnya penindakan cafe karaoke yang menyalahgunakan ijin operasi disebabkan ada setoran kesejumlah oknum aparat Satpol PP.
"Kami menduga ada oknum Satpol PP mendapatkan setoran dari oknum pengusaha cafe karaoke," katanya.
Sementara itu, berdasarkan pemaparan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT), Refli saat diberikan waktu Ketua DPRD Kudus terungkap keberadaan cafe yang telah memiliki ijin sebanyak 3 cafe dan 11 cafe telah habis masa ijinnya. Itupun, ungkap Refli, pihaknya hingga saat ini belum pernah mengeluarkan ijin karaoke.
"Ada 11 cafe yang telah habis masa ijinnya. Sementara yang 3 ijin-nya masih berlaku. BPMPT belum pernah menerbitkan ijin karaoke " ungkapnya.
Parni Panca dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Kudus mengatakan ada sejumlah aturan dalam usaha hiburan. Termasuk keberadaan cafe dan karaoke di Kudus yang menurutnya hingga kini belum memenuhi perijinan yang ada.
"Ijin penyelenggaraan cafe dan karaoke seharusnya sesuai aturan hukum yakni UU no 10 tahun 2009 tentang pariwisata," tandasnya.
Pihak pengusaha karaoke melalui juru bicaranya, Ali Basa mengaku telah mengajak para pengusaha karaoke yang lain untuk melegalkan usahanya. Bahkan pihaknya sebagai ketua paguyuban pengusaha cafe karaoke di Kudus telah berupaya memberikan formulir pendaftaran ijin kepada sesama pengusaha karaoke.
"Sebenarnya kami telah memperingatkan dan mengajak kawan-kawan pengusaha cafe karaoke untuk melegalkan usahanya," ujar Ali yang mengaku ajakannya tidak mendapatkan respon para pengusaha cafe karaoke.
Ali juga mendukung langkah-langkah penertiban yang dilakukan oleh aparat Satpol PP terhadap cafe dan karaoke ilegal. Bahkan jika perlu operasi yang diharapkan juga melibatkan sejumlah elemen masyarakat.
Akhir dari rapat dengar pendapat DPRD Kudus bersama pengusaha cafe karaoke serta LSM telah dikeluarkan sejumlah rekomendasi. Diantaranya cafe karaoke yang habis masa ijinnya agar segera mengurus perijinan, tidak menyediakan dan menjual miras, meniadakan Pemandu Karaoke (PK) serta pembatasan waktu operasional hingga jam 12 malam. (Wkt).