KUDUS.beritamuria.com. Kehidupan buruh identik dengan hidup pas-pasan. Kondisi tersebut
berlaku kebanyakan buruh. Dengan kata lain, mengecualikan sebagian kecil masyarakat
yang berprofesi sebagai buruh yang berupah besar dan memiliki jabatan tinggi di
perusahaan.
Sementara itu,
kenaikan upah tiap tahun hanya upaya menyesuaikan kenaikan harga. Bahkan
mengalami kenaikan ganda. Tidak jarang kalangan buruh menghadapi kenaikan
kebutuhan pokok yang mendahului kenaikan upah. Ketika kenaikan upah
diberlakukan kebutuhan pokok kembali
mengalami kenaikan.
Untuk mensiasati
agar upah mampu mencukupi kebutuhan keluarga, banyak hal yang dapat dilakukan
oleh para buruh. Mulai berhutang hingga mengurangi makan. Terlebih bagi buruh
yang menjadi satu-satunya tulang punggung bagi keluarganya.
Arifin, mantan
buruh di salah satu perusahaan rokok terbesar di Kudus mengisahkan
pengalamannya selama lebih dari 10 tahun menjadi buruh. Dengan gaji berstandar
upah minimum kabupaten (UMK), Ia dituntut mampu mencukupi seluruh kebutuhan
anak istrinya. Bahkan Ia rela menahan lapar di siang hari saat jam istirahat
kerja diberlakukan.
“Saya terpaksa
tidak makan siang agar upah yang saya terima cukup buat anak istri di rumah,”
kenang Arifin, yang mengaku pada saat itu baru hidup dengan istri dan satu anak.
Ditemui ditempat
counter komputer miliknya, Sabtu, 28 Maret 2015, pria yang memiliki nama
lengkap Muhammad Zaenal Arifin itu merasa tidak nyaman menjadi buruh. Menurutnya,
menjadi buruh kecil harus siap lapar bahkan siap diomelin istri saat kebutuhan
tidak tercukupi.
“Saat masih jadi
buruh saya sering lapar dan sering diomelin istri jika ada kebutuhan keluarga
yang belum terpenuhi,” ungkap pemilik service center perangkat komputer bernama
Horisona di Jl. Sudimoro Gribig Gebog Kudus itu.
Merasakan derita hidup
menjadi buruh rokok harian, Arifin memutuskan untuk konsentrasi membuka usaha
service dan jual beli komputer, laptop dan printer. Kemampuan reparasi komputer
Ia miliki dengan cara otodidak. Pada awalnya sang istri justru tidak setuju
dengan keputusannya mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai buruh.
“Akhirnya saya
memutuskan untuk konsentrasi usaha
service komputer sekaligus jual beli komputer bekas. Keputusan ini nekat
saya ambil walaupun tidak mendapatkan persetujuan Istri,” ujarnya yang mengaku
hanya tamatan SMK jurusan Tata Usaha.
Usaha Arifin kini hidup
lebih sejahtera. Keputusan keluar dari pekerjaan menjadi buruh harian di
perusahaan rokok dua tahun lalu kini membuahkan hasil. Dalam satu bulan Ia
memiliki pendapatan bersih tidak kurang dari Rp. 15 juta perbulan. Bahkan Ia
kini telah memperkerjakan 4 orang lulusan SMK teknik komputer.
“Bukan ingin
memperlihatkan penghasilan bersih yang saya dapatkan. Yang jelas jika
dibandingkan untuk ukuran buruh sekarang pastinya jauh-lah,” kata Arifin yang
kini memperluas bisnis jaringan internet.(Wkt).