www.beritamuria.com Jakarta - Gubernur DKI Basuki T Purnama mengeluarkan Pergub pembatasan lokasi untuk berunjuk rasa di Jakarta. Langkah Ahok mendapatkan kritik dari LBH Jakarta.
Pergub tersebut, menurut pihak LBH, akan mengekang dan memberi batasan secara ketat terhadap lokasi dan waktu pelaksanaan aksi penyampaian pendapat di muka umum di Jakarta, yakni hanya di Parkir Timur Senayan, alun-alun Demokrasi DPR/MPR RI, dan Silang Selatan Monumen Nasional pada jam 06.00 – 18.00 WIB.
Menurut Alghiffari, pembatasan ini tentu akan merugikan setiap upaya advokasi dan gerakan sosial dari setiap elemen masyarakat yang ingin melakukan upaya penyampaian pendapat di muka umum, seperti aksi-aksi simpatik, kampanye sosial, atau pelaksanaan unjuk rasa terhadap kesewenang-wenangan pemerintah selaku pembuat kebijakan.
"Pergub Nomor 228 Tahun 2015 melanggar prinsip demokrasi dan hak atas kemerdekaan berpendapat yang telah dijamin di dalam Pasal 28E ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," ujar Alghiffari.
Lebih lanjut, Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, mengatur bahwa pembatasan terhadap hak dan kebebasan hanya dapat dilakukan dengan syarat yang sangat ketat, yaitu: "dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis" – dan diatur dalam instrumen hukum berbentuk Undang-Undang, bukan Peraturan Gubernur.
"DKI Jakarta sebagai ibukota Negara hendaknya menjadi teladan bagi kota-kota lain di Indonesia sebagai kota modern yang menjunjung tinggi demokrasi dan jaminan perlindungan warga negara sesuai dengan konstitusi, bukan malah menciptakan preseden buruk sebagaimana tergambar di dalam Pergub pembatasan kemerdekaan berpendapat ini. Kami juga berharap DPRD dan Menteri Dalam Negeri dapat menggunakan wewenangnya untuk mendorong pembatalan Pergub ini karena bersifat diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat konstitusi," ujar Alldo Fellix Januardy, Pengacara Publik LBH Jakarta.
"Kami menyayangkan sikap Gubernur DKI Jakarta yang melanggar pernyatannya sendiri untuk taat pada konstitusi dan dengan tegas menyatakan bahwa kami menolak Pergub Nomor 228 Tahun 2015. Kami juga akan segera mengambil langkah hukum," ujar Alghiffari.
Berdasarkan uraian di atas, Alghiffari mengatakan LBH Jakarta mendesak:
- Kepada Menteri Dalam Negeri untuk segera membatalkan Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka tersebut dan memberikan sanksi kepada Gubernur DKI Jakarta karena mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan UUD 1945;
- Kepada Gubernur DKI Jakarta agar segera mencabut Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka; dan
- Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk menggulirkan hak angket atau membentuk 'Pansus Pelanggaran Konsitusi oleh Gubernur DKI Jakarta'.
Sumber:
(faj/dnu)
http://news.detik.com/berita/3058731/lbh-jakarta-kritik-ahok-soal-pembatasan-lokasi-unjuk-rasa