Beritamuria.com. Ketentuan peringatan kesehatan berupa gambar pada kemasan rokok sebenarnya
telah lama direncanakan. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor
28 tahun 2013 tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan
mewajibkan para pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menyertakan peringatan
kesehatan berupa gambar pada setiap bungkus rokok.
Sebelum Permenkes
28/2013 disahkan, pemerintah berupaya melindungi hak kesehatan masyarakat dari
dampak negatif rokok melalui undang-undang 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan
PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan.
Salah satu
pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Widyastuti, sebagaimana dikutip
dari Harian Kompas (24 Pembruari 2013) mengatakan, kewajiban pencantuman
peringatan bergambar ini sebelumnya telah dilakukan negara-negara lain di
ASEAN. Jika Indonesia hanya mengatur area peringatan kesehatan bergambar seluas
40 persen di depan dan belakang kemasan, justru di Brunei mencapai 75 persen,
Thailand 55 persen, Singapura 50 persen dan malaysia 40 persen di kemasan depan
dan 60 persen di belakang.
Dikutip dari media
harian yang sama, Tulus Abadi, pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
menyatakan peringatan bergambar menjadi pesan kuat untuk menyakinkan masyarakat
akan dampak rokok atau paparan rokok.
Saat ini pesan
kesehatan berupa gambar seram pada kemasan rokok telah dilaksanakan oleh
produsen rokok. Beragam pendapat dari masyarakat terkait kebijakan pemerintah
tersebut. Tidak semuanya berpengaruh pada pola konsumsi kaum perokok.
Kelir, salah satu
warga Desa Gribig Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, mengungkapkan peringatan
kesehatan bergambar seram sama sekali tidak berpengaruh pada kuantitas konsumsi
para perokok. Ia mengakui pada awal pencantuman gambar seram pada kemasan rokok
yang dibelinya sempat membuatnya takut. Namun, karena kuatnya rasa ingin
merokok membuatnya tidak memperdulikannya.
“Awal mula melihat
gambar berbagai penyakit akibat rokok yang tercantum dalam kemasan rokok sempat
merasa ngeri. Tapi karena tidak tahan kalau tidak merokok mau tidak mau tetap
merokok,” ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengrajin batu merah itu,
Sabtu, 26 September 2015.
Aturan Memberatkan IHT
Terkait aturan
pengenaan kewajiban pencantuman peringatan kesehatan bergambar pada kemasan
rokok, Agas Silva, salah satu buruh di perusahaan besar di Kudus merasa ada
skenario untuk menjauhkan masyarakat dari rokok. Kebijakan ini, menurutnya,
akan mematikan industri rokok dan membuat buruh kehilangan pekerjaan.
“Kebijakan itu
akan mematikan IHT dan membuat banyak buruh di PHK,” katanya.
Ia menambahkan, dari tahun ketahun ketentuan
pemerintah tentang IHT selalu pahit bagi pelaku usaha dibidang tembakau.
Meskipun setiap ada kebijakan baru selalu mencul protes dan keberatan, namun
sikap pemerintah tidak sedikitpun merespon.
“Sikap pemerintah
diduga disebabkan adanya dukungan dari komunitas anti tembakau baik dalam
maupun luar negeri,” ungkap pria asal Desa Purwosari Kota Kudus itu.
Ia menyesalkan, skenario
pemerintah menjauhkan produk tembakau dari masyarakat melalui penerapan
regulasi dan bukan beradasarkan mekanisme pasar dirasa tidak adil. Tidak
ditemukan regulasi mengenai perlindungan IHT nasional.
“Justru yang
terjadi pemerintah membunuh secara “pelan tapi pasti” IHT nasional,” katanya. (Adv)