Beritamuria.com. Peraturan Bupati (Perbub) nomor 18/2015 tentang
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) didesak untuk disosialisasikan. Bahkan agar lebih maksimal,
diperlukan fasilitas yang mendukung KTR dapat bebas dari asap rokok.
Aturan KTR berangkat dari amanat
UU 36/2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Kesehatan. Kedua regulasi ini, menurut Widyastuti Soerojo, Koordinator
Pengembangan Peringatan Kesehatan di Kemasan Rokok Fakultas Kesehatan
Universitas Indonesia, sebagaimana ditulis Kompas.com, (8/1/2013), sebagi wujud
kepedulian pemerintah atas kesehatan warganya dari dampak negatif paparan asap
rokok.
Kawasan Tanpa Rokok berlaku di
fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar-mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Dua tempat terakhir
menyediakan tempat khusus merokok di ruang terbuka yang berhubungan langsung
dengan udara luar.
Menurut Suroso, Sekretaris LSM
Gerakan Transparansi dan Keadilan (Getrak) perlunya Pemkab Kudus menyediakan
ruang khusus bagi perokok. Sehingga Perbub tentang KTR dapat efektif dan
konsisten.
Untuk mengoptimalkan Perbub Kawasan Tanpa Rokok, Pemerintah Daerah dapat
menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Alokasi DBHCHT
dimanfaatkan untuk membangun fasilitas khusus perokok. Termasuk sosialisasi
agar masyarakat yang merokok dapat menghormati dan menghargai masyarakat lain
yang kebetulan tidak merokok.
KTR, ujarnya, sebenarnya diatur dalam penggunaan DBHCHT cukai dalam bidang kesehatan sesuai dengan peruntukan DBHCHT dalam bidang kesehatan yang diatur dalam PMK 84/PMK.07/2008 yang direvisi PMK 20/PMK.07/2009 tentang Penggunaan DBHCHT dan Sanksi atas Penyimpangan DBHCHT. Ketentuan KTR merujuk pada UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan serta Peraturan Bupati Kudus nomor 18/2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
KTR, ujarnya, sebenarnya diatur dalam penggunaan DBHCHT cukai dalam bidang kesehatan sesuai dengan peruntukan DBHCHT dalam bidang kesehatan yang diatur dalam PMK 84/PMK.07/2008 yang direvisi PMK 20/PMK.07/2009 tentang Penggunaan DBHCHT dan Sanksi atas Penyimpangan DBHCHT. Ketentuan KTR merujuk pada UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau Bagi Kesehatan serta Peraturan Bupati Kudus nomor 18/2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
“Perbub KTR agar tidak hanya
diatas kertas, perlu sosialisasi dan mewujudkan fasilitas khusus bagi perokok,”
ujar pria gemuk itu dengan mengatakan semua itu dapat diwujudkan dengan DBHCHT
yang dimiliki Pemkab Kudus, Minggu, 18 Oktober 2015.
Ruang khusus untuk perokok di
Kawasan Tanpa Rokok di Kudus masih sulit didapatkan. Meskipun banyak yang
menilai sebatas etika, menurut Mbah Roso panggilan akrab Suroso Ahmad, perlunya
pemerintah memberikan informasi kepada masyarakat agar aktifitas merokok tidak
mengganggu masyarakat lainnya.
Menurutnya, tupoksi program KTR
dapat dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan. Hal ini terkait penanggulangan dampak
rokok bagi kesehatan masyarakat. Program KTR bersifat preventif. Selama ini
Dinas Kesehatan dalam melaksanakan kegiatan yang menggunakan DBHCHT lebih pada
aspek kuratif (penyembuhan).
“Selain membangun fasilitas
kesehatan, DBHCHT juga harus dimanfaatkan untuk program preventif. Fasilitas
penunjang KTR masuk dalam kategori pencegahan dari dampak rokok,” ungkapnya. (Adv).











