Beritamuria.com. Hasil penelitian
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI) menyebutkan sebanyak 11 persen rokok
ilegal beredar di pasar nasional. Kerugian negara akibat aktifitas usaha rokok
ilegal mencapai Rp. 5 trilyun hingga Rp. 9 trilyun pertahun.
Faktor penyebab
maraknya produk rokok ilegal salah satunya adanya kebijakan pemerintah terkait penerapan
tarif cukai tinggi terhadap produk tembakau.
Muhammad Zaenal
Arifin, salah satu pengurus Konfederasi
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kab. Kudus meminta pemerintah terus
meningkatkan agenda pemberantasan rokok ilegal. Dengan berharap kebijakan
menaikkan pita cukai yang diputuskan turut diimbangi dengan strategi menekan
peredaran rokok ilegal.
“Pemerintah agar
tetap konsisten dengan agenda pemberantasan rokok ilegal sebagaimana UU nomor 39 tahun 2009 tentang cukai,” kata Arifin yang
pernah merasakan menjadi buruh di salah satu perusahaan rokok terbesar di
Kudus, Rabu, 7 Oktober 2015.
Peningkatan
jumlah peredaran rokok ilegal, menurutnya, mempengaruhi jumlah produksi IHT
nasional. Hasil kajiannya, peredaran rokok ilegal populasinya masih cukup
banyak di pasaran. Penegakan hukum terhadap pelaku dan pemusnahan barang bukti
rokok ilegal terbukti tidak menjamin penurunan tingkat peredaran produk ilegal
hasil tembakau.
Ia menandaskan, jika
kondisi tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin PHK buruh IHT semakin cepat
terjadi. Rokok ilegal tidak saja merugikan negara tetapi juga menurunkan
produksi IHT legal.
“Dampak penurunan
produksi juga menimbulkan berkurangnya pendapatan buruh IHT bahkan berlanjut
pada pemutusan hubungan kerja (PHK),” ungkapnya.
Peredaran rokok
ilegal menjadi persoalan klasik akibat kebijakan pemerintah menerapkan aturan
ketat usaha per-tembakauan. Tidak jarang para pelaku usaha (produsen) rokok
ilegal berasal dari kalangan masyarakat yang dulu pernah memiliki usaha rokok
legal. (Adv)











