Beritamuria.com. Alokasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
(DBHCHT) sebesar 2 % bagi daerah penghasil tembakau atau Industri Hasil
Tembakau (IHT) salah satunya diperuntukan sebagai upaya menanggulangan rokok
ilegal. Berbagai upaya telah dilakukan termasuk melakukan razia terhadap
sejumlah pedagang penjual produk rokok ilegal.
Keterbatasan aparat Satpol PP dan
Bea Cukai menyebabkan jaringan produsen dan pemasaran rokok ilegal masih sulit
diberantas. Peran serta masyarakat termasuk kalangan pedagang dan konsumen
harus tumbuh kesadaran untuk tidak memperdagangkan dan mengkonsumsi produk
rokok ilegal.
Salah satu konsumen rokok ilegal,
Bukari, warga Desa Getasrabi Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus ini mengaku telah
lama mengkonsumsi rokok tanpa pita cukai. Selain harganya jauh lebih murah
dibandingkan produk rokok berpita cukai, menurutnya, produk rokok ilegal
memiliki rasa yang tidak kalah dengan produk rokok resmi.
“Bagi saya rokok ini rasanya cocok,
harganya juga murah,” ujar laki-laki yang mengaku memiliki enam cucu itu, Rabu,
14 Oktober 2015.
Ditanya dari mana Ia selama ini
mendapatkan rokok tanpa cukai, Bukari menjawab memiliki langganan warung
kelontong yang letaknya tidak jauh dari kediamannya. Warung tersebut, katanya, khusus
menjual rokok kesukaannya itu.
Pendapat yang sama juga
disampaikan Sarju, tetangga dekat Bukari. Laki-laki yang sehari-hari berprofesi
sebagai pengrajin batu merah ini mengaku lebih memilih produk rokok tanpa
cukai. Pasalnya selain murah, rokok ilegal yang Ia konsumsi sehari-hari
memiliki rasa yang menurutnya tidak kalah dengan produk rokok legal.
Baik Bukari maupun Sarju mengaku
tidak mengetahui jika rokok yang mereka konsumsi tergolong ilegal. Keduanya mengatakan
tidak terlalu selektif memilih rokok untuk dikonsumsi.
“Tidak pilih-pilih rokok.
Terpenting murah dan cocok dirasakan,”kata Sarju yang juga mendapatkan barang
ilegal di warung yang sama dengan Bukari.
Terkait pemberantasan rokok
ilegal, Koordinator Komunitas Masyarakat Mijen Berani (KOMJEN), Murwanto
mengungkapkan harus dilakukan pendekatan kultural dalam pemberantasan rokok
ilegal. Keberadaan rokok ilegal karena masih adanya permintaan.
Belum ada kesadaran masyarakat
terutama di wilayah pedesaan untuk meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi rokok
ilegal. Salah satu penyebab, menurutnya, selama ini belum begitu gencar
mendapatkan sosialisasi terkait ketentuan cukai.
“Masyarakat harus didekati secara
kultural. Rokok ilegal ada karena adanya permintaan. Sosialisasi perlu
ditingkatkan,” tegasnya. (Adv)