Beritamuria.com. Pemerintah telah
menerapkan aturan baru terkait mekanisme pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) bagi
buruh yang saat ini dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan. Untuk dapat memperoleh simpanan JHT, buruh harus menunggu
minimal 10 tahun setelah bekerja. Itupun hanya 10 persen, selebihnya usia 56
tahun baru mendapatkan penuh simpanan JHT-nya.
Menanggapi aturan
baru pencairan JHT, Koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
(KSBSI) Kudus, Slamet Machmudi, melalui pers release yang dikirim beberapa awak
media, Jumat, 3 Juli 2015, mengatakan aturan itu harus segera direvisi. Jika
tidak, hanya akan menambah ketidakpercayaan buruh terhadap keberadaan BPJS
Ketenagakaerjaan.
“Aturan baru
tersebut tidak aspiratif dalam membaca keragaman situasi kehidupan yang dialami
buruh,” ungkapnya.
Ia mengatakan
unsur fleksibilitas kebutuhan buruh pada saat tidak lagi bekerja membutuhkan
biaya untuk kelangsungan hidup. Jika harus menunggu capaian bekerja 10 tahun
bahkan usia 56 tahun baru mendapatkan hak simpanan JHT secara penuh, maka
ketentuan itu dapat memperburuk situasi buruh paska PHK.
“Pemerintah
berdalih, aturan baru JHT diterapkan guna menyelamatkan buruh pada saat usia
tidak lagi produktif. Hal ini dapat dibenarkan bagi buruh yang telah memiliki
kontinuitas pekerjaan yang panjang hingga mendekati usia pensiun,” ujarnya dan
berpendapat niat pemerintah akan berkata lain ketika buruh dinyatakan tidak
lagi bekerja masih dalam kelompok usia produktif.
Lebih lanjut, Ia
memastikan aturan baru pencairan JHT akan membuat resah para buruh. Aturan itu
tidak menguntungkan bagi buruh kontrak yang masa kerjanya hitungan tahun. Ia
berharap pemerintah dan BPJS konsentrasi pada upaya rekrutmen keanggotaan buruh
dalam jaminan sosial yang memadahi.
“Sebab masih
banyak buruh yang bekerja tanpa mendapatkan jaminan sosial yang layak atau
tidak mendapatkan jaminan sosial sama sekali,” ungkapnya.(Wkt).











