KUDUS.BeritaMuria.com. Santernya pemberitaan
di berbagai media massa terkait ditemukannya stempel palsu pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kudus memicu tanda tanya besar dikalangan
publik. Diduga stempel palsu ditemukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Propinsi Jateng saat melakukan pemeriksaan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Kabupaten Kudus.
Menanggapi pemberitaan stempel palsu
tersebut, Gerakan Transparansi Anggaran dan Keadilan (GETRAK) Kudus ikut
bicara. Melalui juru bicaranya, Suroso Ahmad, mendesak agar Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Jawa Tengah transparan terkait informasi ditemukannya sejumlah
stempel palsu di beberapa SKPD. Menurutnya, upaya menutupi justru akan
memunculkan persoalan baru bagi BPK.
“Sebab, stempel yang diduga palsu
tersebut diduga kuat digunakan untuk merekayasa anggaran atau memanipulasi data
terkait institusi kementerian tertentu,” ungkapnya, Sabtu, 7 Maret 2015.
Ia melanjutkan, santernya informasi
penemuan stempel palsu oleh BPK mengarah pada kejadian yang sesungguhnya. Pasalnya,
tidak mungkin ada asap tanpa keberadaan api. Ia meyakini ada sejumlah saksi pada
saat BPK melakukan penggeledahan beberapa ruang dan meja SKPD.
“Harapan saya masih ada nurani yang
bicara. Intruksi untuk merahasiakan tidak akan efektif karena tidak semua
saksi/pegawai akan sepaham untuk menutupi fakta yang terjadi,” tuturnya.
Jika memang ada stempel palsu, Ia
berharap BPK membawa persoalan tersebut kepihak penegak hukum. Menurutnya, ranah
BPK hanya melakukan audit penggunaan keuangan daerah. Sementara penemuan barang
bukti yang diduga digunakan untuk kejahatan harusnya dilimpahkan kepihak
Kejaksaan atau Kepolisian.
“Harusnya dilimpahkan kepihak penegak
hukum. Jika diantara penemuan stempel tersebut ada yang terkait lembaga tinggi
negara, BPK selayaknya berkoordiasi dengan pihak kementerian terkait,” ungkapnya.
LSM yang bermarkas di Desa Gribig
Gebog itu juga menduga stempel palsu lazim dimiliki oleh SKPD di Kudus. Meskipun
Kepemilikan stempel tidak selalu fiktif.
“Bisa jadi stempel tersebut dibuat
dengan sepengetahuan pihak yang memiliki kerjasama dalam hal pengadaan
barang/toko,” kata Suroso yang juga menduga kerjasama itu lebih pada
persengkongkolan untuk me-mark up pengadaan baik jumlah maupun harga. (Wkt)










