Beritamuria.com. Begitu pentingnya upaya
pemberantasan rokok ilegal membuat pemerintah pusat mensyaratkan penggunaan
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) salah satunya untuk kegiatan
sosialisasi ketentuan cukai dan pemberantasan rokok ilegal. Ketentuan tersebut
terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
84/PMK.07/2008 yang direvisi melalui PMK nomor 20/PMK.07/2009 tentang
Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas
penyalahgunaannya.
Pemerintah juga
mengenakan sanksi kepada para produsen, pengedar dan penjual dengan pasal
pidana dan denda. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, ancaman hukuman
penjara bagi produsen rokok ilegal minimal satu tahun dan maksimal lima tahun.
Selain itu, para pelaku bakal dikenai sanksi denda sebanyak Rp 27 juta.
Menurut Jayadi, pemilik perusahaan rokok kecil PR.
Jayeng, penindakan terhadap pelaku rokok ilegal kewenangannya berada pada
aparat Bea Cukai. Sikap tegas dan tanpa tebang pilih terhadap siapapun yang
melanggar regulasi cukai harus ditindak. Tidak hanya perusahaan kecil, tapi
juga pelanggaran yang dilakukan perusahaan besar.
“Kuncinya aparat Bea Cukai harus tegas dan tidak
tebang pilih dalam penegakan regulasi cukai,” ungkap Bapak satu anak ini,
Jumat, 6 Nopember 2015.
Pihaknya mengakui, mayoritas pelaku rokok ilegal
embrionya dari para mantan pengusaha rokok kecil yang saat ini gulung tikar.
Motifnya hanya untuk keberlangsungan agar dapat bertahan memenuhi kebutuhan
hidup.
Untuk penanggulangan peredaran rokok ilegal,
menurutnya, pemerintah harus melakukan pembinaan terhadap pengusaha rokok kecil
yang saat ini tidak lagi berproduksi. Semata-mata agar keberadaan para mantan
pengusaha rokok terdata dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
“Tentu saja pemerintah harus memiliki program pemberdayaan
yang dapat menolong para pengusaha rokok yang tidak lagi dapat berproduksi,”
tegasnya. (Adv).











