Beritamuria.com. Berdasarkan survei yang ditulis dalam buku “Ironi
Cukai Tembakau”, pembinaan lingkungan sosial mendapatkan porsi yang jauh
melampaui empat peruntukan DBHCHT. Fakta tersebut terjadi secara umum di daerah
yang mendapatkan DBHCHT, bahkan daerah penghasil tembakau juga berlaku demikian.
Peneliti mengambil sampel di
Daerah Kediri dan Kudus. Sebagai basis industri pengelolaan hasil tembakau
terbesar, kegiatan pembinaan industri hanya mendapatkan alokasi 0,35% saja.
Angka ini sangat timpang ketika melihat alokasi untuk kegiatan Pembinaan
Lingkungan Sosial yaitu 98,59% atau sebesar Rp 53,48 miliyar. Hal yang sama
terjadi pula di Kudus, di mana alokasi kegiatan Pembinaan Lingkungan Sosial
mencapai 93,90%. Ironisnya, Kudus yang dikenal sebagai Kota Kretek justru
mengalokasikan DBHCHT paling kecil untuk pembinaan industri yakni kurang dari
0,06%.
Menanggapi hasil penelitian
tersbut, Murwanto, Aktifis Komunitas Masyarakat Mijen Berani (KOMJEN)
mengungkapkan harus ada keadilan dalam setiap kegiatan yang dibiayai DBHCHT.
Pembinaan industri IHT mestinya diberikan alokasi anggaran yang proporsional
dalam rangka memberdayakan pabrikan rokok yang mulai berkurang keberadaannya.
“Harus dialokasikan secara adil
setiap kegiatan yang dibiayai DBHCHT. Alokasi DBHCHT untuk pembinaan indutri
cukup penting guna melindungi IHT yang kian punah,” tuturnya, Jumat, 30 Oktober
2015.
Sebagaimana diketahui, DBHCHT
bersifat spesifik grand. Penggunaannya diarahkan untuk mendanai kegiatan
sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 20/PMK.07/2009. Diantara
kegiatan yang dibiayai DBHCHT meliputi peningkatan kualitas bahan baku,
pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di
bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai ilegal. (Adv).











