Pembinaan Industri Tembakau LIK IHT akan terus dioptimalkan
KUDUS.beritamuria.com. Meski kondisi LIK IHT sekarang menuai banyak kritikan, keberadaannya dinilai sebagai salah satu upaya pemerintah daerah dalam pembinaan industri hasil tembakau di Kabupaten Kudus. Sebagaimana tertuang dalam aturan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
LIK IHT dibangun pada tahun 2010 menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp. 22,38 milyar. Terdapat 11 bangunan masing-masing memiliki luas 200 m2 yang diperuntukan sebagai tempat produksi rokok.
Berdiri diatas tanah seluas 2 hektar di Desa Megawon Kecamatan Mejobo. Dilengkapi laboratorium uji tar nikotin, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan satu bangunan yang diperuntukkan sebagai kantor sekaligus Koperasi.
Gagasan awal pembangunan LIK IHT guna mensiasati regulasi IHT yang mensyaratkan luasan tempat produksi hasil tembakau minimal 200 m2. Ketika itu, banyak kalangan pabrikan rokok kecil tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut.
Menurut Muh Koesnaeni Kabid Perindustrian Dinas Perindustrian Kab. Kudus pemanfaatan LIK IHT akan terus dimaksimalkan. Kesulitan pabrikan rokok kecil terkait dengan syarat luasan bangunan dan perijin HO menjadikan LIK IHT tempat alternatif untuk melangsungkan produksi.
“Kendala regulasi dan perijinan yang dihadapi kalangan pabrikan rokok kecil (gol. III) menjadikan LIK IHT tempat alternatif untuk produksi,” ungkapnya, Selasa, 9 September 2014 di ruang kerjanya.
Pihaknya menjelaskan, salah satu upaya memaksimalkan LIK IHT yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dengan menerapkan larangan penggunaan ruangan LIK sebagai gudang. Seluruh ruangan yang ada harus dipergunakan sebagai tempat produksi.
“Sebagian ruangan yang berada di LIK IHT selama ini dipergunakan sebagai gudang penyimpanan tembakau. Aturan sekarang tidak diperkenankan,” jelasnya.
Data yang dimiliki Dinas Perindustrian Kudus terdapat 35 pabrik rokok kecil yang hingga kini masih berproduksi. Dari jumlah tersebut terdapat 5 pabrikan yang telah berminat menyewa. Termasuk PR Gentong Gotri.
Terkait keberadaan laboratorium tar dan nikotin, Koesnaeni menjelaskan telah diupayakan mendapatkan akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) di Bandung.
“Ini baru proses. Kalau sudah semua baru dioperasikan,” ujarnya.
Dukungan Pemkab Diharapkan
Manfaat LIK IHT amat dirasakan oleh pengusaha rokok golongan kecil di Kudus. Salah satu pengusaha rokok kecil, Sutrisno mengungkapkan apresiasinya kepada pemerintah daerah. LIK IHT menjadi tempat baru baginya dari hempasan regulasi IHT.
“Tiada tempat lain untuk kami bisa terus berproduksi kecuali di LIK IHT ini,” katanya, Jumat, 14 Nopember 2014.
Ia mengungkapkan ketika regulasi persyaratan luasan bagi industri rokok diterapkan minimal 200 m2, maka LIK IHT adalah solusi. Dengan harga sewa relatif terjangkau sehingga membuat kalangan IHT golongan kecil dapat tetap eksis.
Sutrisno yang juga pemilik PR. Rajan Nabadi berharap, pemerintah daerah tetap mengupayakan pelestarian kretek. Tanpa dukungan dari pemerintah daerah, pabrikan rokok kecil akan sulit bertahan diera rugulasi yang tidak berpihak kepada IHT.
“Kami tetap berharap Pemkab. Kudus mendukung keberadaan kami,” tuturnya. (Wkt)











